Di bawah ini ringkasan buku Stephen Hawking dan Leonard Mlodinow, The Grand Design (New York: Bantam Books, 2010). Buku ini telah dibedah dalam acara diskusi buku yang diadakan oleh Freedom Institute, Jalan Proklamasi No 41, Jakarta Pusat, pk. 19.00-22.00 WIB, 17 Desember 2010. Buku ini terdiri atas delapan bab; ringkasan setiap babnya akan gue posting jadi 8 bagian. Silakan dicopy-paste untuk keperluan pribadi. Terjemahan Indonesia buku ini akan terbit di akhir Desember 2010 atau di awal Januari 2011, dengan penerbitnya PT Gramedia Pustaka Utama.
6. Choosing Our Universe
Dalam bab 6 ini, SH&LM memberi jawab atas pertanyaan mengapa ada sebuah jagat raya, dan mengapa jagat raya ini berjalan sebagaimana sekarang ada.
Uskup Ussher, uskup agung seluruh Irlandia yang menjabat dari 1625 sampai 1656, dengan memakai Alkitab sebagai landasannya, telah menghitung usia jagat raya dan menempatkan asal mula jagat raya sepersisnya pada 27 Oktober 4004 SM. Sedangkan menurut sains modern, jagat raya sendiri muncul sangat jauh lebih awal, kira-kira 13,7 miliar tahun yang lalu, dan manusia adalah ciptaan yang belum lama ini ada.
The big bang, “dentuman besar”
Bukti saintifik pertama yang sebenarnya bahwa jagat raya ini memiliki suatu permulaan muncul tahun 1920-an, ketika Edwin Hubble melakukan observasi-observasi atas jagat raya dengan memakai teleskop 100 inchi di Gunung Wilson, di kawasan bebukitan di atas Pasadena, California. Seperti sudah dikemukakan di atas, dengan menganalisis spektrum cahaya yang dipancarkan galaksi-galaksi, Hubble dapat menetapkan bahwa hampir semua galaksi bergerak menjauh dari kita, dan semakin jauh galaksi-galaksi ini berada semakin cepat gerakan mereka. Pada 1929 dia mempublikasi suatu hukum yang berhubungan dengan besaran angka gerak menjauh galaksi-galaksi itu dari kita, dan menyimpulkan bahwa jagat raya mengembang, expanding. Bukan alam semestanya sendiri yang mengembang, melainkan jarak di antara dua titik di dalam jagat raya yang makin bertambah besar. Seorang astronom Universitas Cambridge, Arthur Eddington, di tahun 1931, membuat sebuah metafora untuk menggambarkan jagat raya yang mengembang. Eddington mengvisualisasi jagat raya sebagai suatu permukaan sebuah balon yang terus mengembang, dan semua galaksi sebagai titik-titik pada permukaan balon itu. Metafora ini dengan jelas menggambarkan mengapa galaksi-galaksi yang jauh bergerak tambah jauh dengan lebih cepat ketimbang galaksi-galaksi yang dekat.
Penemuan Hubble bahwa jagat raya mengembang membawa kita pada suatu pemahaman bahwa di masa yang sangat lampau jagat raya pastilah lebih kecil ukurannya. Sesungguhnya jika kita bertolak ke masa lampau, maka pada masa itu semua energi dan materi di dalam jagat raya terkonsentrasi di dalam suatu kawasan yang sangat kecil, yang densitas (kepekatan) dan temperaturnya tak terbayangkan besarnya, dan jika kita bertolak cukup jauh ke masa lampau maka ada suatu waktu ketika semuanya berawal, yakni peristiwa yang kini kita namakan the big bang, “dentuman besar”. Alexander Friedmann, seorang fisikawan dan matematikawan Russia, di tahun 1922, dengan berdasar pada persamaan matematis Einstein, mengajukan sebuah model jagat raya yang berawal dengan ukuran nol lalu mengembang sampai gaya gravitasi memperlambatnya, dan akhirnya membuatnya surut menimpa dirinya sendiri. Pada tahun 1927, seorang professor fisika dan imam Katolik Roma, Georges Lemaître, mengajukan sebuah gagasan yang serupa: jika anda menelusuri sejarah jagat raya ke belakang, ke masa lampaunya, jagat raya ini makin kecil dan makin kecil sampai anda tiba pada suatu peristiwa penciptaan, apa yang sekarang kita namakan the big bang. Istilah “big bang” sendiri diciptakan oleh astrofisikawan Cambridge yang bernama Fred Hoyle pada tahun 1949, sebagai suatu istilah atau deskripsi ejekan. Hoyle sendiri percaya pada suatu jagat raya yang selamanya mengembang.
Fase pertama mengembangnya jagat raya dinamakan oleh para fisikawan sebagai inflasi. Pada saat inflasi kosmologis ini, jagat raya mengembang dengan suatu faktor yang sangat besar, setara dengan sebuah koin berdiameter 1 cm yang tiba-tiba meledak sampai mencapai sepuluh juta kali lebar galaksi Bima Sakti. Hal ini tampaknya melanggar hukum relativitas (khusus) yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat bergerak lebih cepat dari cahaya; tetapi batas kecepatan itu tidak berlaku bagi pengembangan ruang jagat raya sendiri. Pengembangan atau ekspansi jagat raya yang disebabkan oleh inflasi tidaklah seluruhnya seragam.
Bukti-bukti natural lainya yang membenarkan adanya “dentuman besar” pada awal mula terbentuknya jagat raya adalah adanya radiasi gelombang mikro kosmik yang melatarbelakangi dan memenuhi seluruh jagat raya (CMBR= Cosmic Microwave Background Radiation). Selain itu, para astronom juga telah menemukan sidik-sidik jari lainnya yang mendukung gambaran tentang the big bang sebagai suatu jagat raya awal yang kecil dan panas. Sebagai contoh, selama menit-menit pertama, jagat raya lebih panas ketimbang pusat suatu bintang yang tipikal. Selama periode ini seluruh jagat raya bertindak selaku suatu reaktor fusi nuklir. Reaksi nuklirnya berhenti ketika jagat raya mengembang dan cukup mendingin. Menurut teori, ketika ini terjadi jagat raya yang dihasilkan adalah jagat raya yang terdiri terutama atas hidrogen, tetapi juga 23 persen helium, dengan jejak-jejak lithium (semuanya adalah elemen-elemen yang lebih berat yang tercipta belakangan, di dalam bintang-bintang). Kalkulasi ini ternyata sejalan dengan jumlah helium, hidrogen, dan lithium yang diobservasi manusia.
Teori relativitas umum Einstein, teori quantum, dan the big bang
Teori relativitas umum Einstein memprediksi bahwa ada suatu titik dalam waktu di mana temperatur, densitas, dan peringkat lengkungan/kurvatura jagat raya semuanya tak terbatas (infinite), suatu situasi yang oleh para matematikawan dinamakan suatu singularitas. Bagi seorang fisikawan, ini berarti bahwa teori Einstein gagal pada titik ini dan karenanya tidak dapat digunakan untuk memprediksi bagaimana jagat raya dimulai, tetapi dapat digunakan hanya sejauh berkaitan dengan ihwal bagaimana jagat raya berevolusi sesudahnya. Selain itu, teori relativitas umum tidak memperhitungkan struktur skala kecil dari materi, yang diatur oleh teori quantum. Fisika quantum bisa diterapkan pada jagat raya pada saat terjadinya the big bang karena jika kita mundur cukup jauh ke waktu masa lampau, jagat raya sangat kecil, sekecil ukuran Planck, yakni sepermilyar trilyun-trilyun centimeter, yang merupakan ukuran yang dapat diperhitungkan oleh teori quantum. Dengan demikian, meskipun kita masih belum memiliki suatu teori quantum yang lengkap, kita sungguh tahu bahwa asal usul jagat raya adalah suatu peristiwa quantum. Karena itu, teori relativitas umum harus diganti oleh suatu teori yang lebih lengkap yang bisa menjelaskan “initial state”, keadaan awal, yang melahirkan the big bang. Dalam hal ini, SH&LM melihat bahwa jika kita mau mundur dengan lebih jauh ke dalam waktu masa lampau dan mau memahami asal usul jagat raya, kita harus mengombinasikan teori relatitivitas umum dan teori quantum. Untuk mengetahui bagaimana teori gabungan ini bekerja, kita perlu mengerti prinsip bahwa gravitasi mencerukkan (warp) ruang dan waktu.
Uskup Ussher, uskup agung seluruh Irlandia yang menjabat dari 1625 sampai 1656, dengan memakai Alkitab sebagai landasannya, telah menghitung usia jagat raya dan menempatkan asal mula jagat raya sepersisnya pada 27 Oktober 4004 SM. Sedangkan menurut sains modern, jagat raya sendiri muncul sangat jauh lebih awal, kira-kira 13,7 miliar tahun yang lalu, dan manusia adalah ciptaan yang belum lama ini ada.
The big bang, “dentuman besar”
Bukti saintifik pertama yang sebenarnya bahwa jagat raya ini memiliki suatu permulaan muncul tahun 1920-an, ketika Edwin Hubble melakukan observasi-observasi atas jagat raya dengan memakai teleskop 100 inchi di Gunung Wilson, di kawasan bebukitan di atas Pasadena, California. Seperti sudah dikemukakan di atas, dengan menganalisis spektrum cahaya yang dipancarkan galaksi-galaksi, Hubble dapat menetapkan bahwa hampir semua galaksi bergerak menjauh dari kita, dan semakin jauh galaksi-galaksi ini berada semakin cepat gerakan mereka. Pada 1929 dia mempublikasi suatu hukum yang berhubungan dengan besaran angka gerak menjauh galaksi-galaksi itu dari kita, dan menyimpulkan bahwa jagat raya mengembang, expanding. Bukan alam semestanya sendiri yang mengembang, melainkan jarak di antara dua titik di dalam jagat raya yang makin bertambah besar. Seorang astronom Universitas Cambridge, Arthur Eddington, di tahun 1931, membuat sebuah metafora untuk menggambarkan jagat raya yang mengembang. Eddington mengvisualisasi jagat raya sebagai suatu permukaan sebuah balon yang terus mengembang, dan semua galaksi sebagai titik-titik pada permukaan balon itu. Metafora ini dengan jelas menggambarkan mengapa galaksi-galaksi yang jauh bergerak tambah jauh dengan lebih cepat ketimbang galaksi-galaksi yang dekat.
Penemuan Hubble bahwa jagat raya mengembang membawa kita pada suatu pemahaman bahwa di masa yang sangat lampau jagat raya pastilah lebih kecil ukurannya. Sesungguhnya jika kita bertolak ke masa lampau, maka pada masa itu semua energi dan materi di dalam jagat raya terkonsentrasi di dalam suatu kawasan yang sangat kecil, yang densitas (kepekatan) dan temperaturnya tak terbayangkan besarnya, dan jika kita bertolak cukup jauh ke masa lampau maka ada suatu waktu ketika semuanya berawal, yakni peristiwa yang kini kita namakan the big bang, “dentuman besar”. Alexander Friedmann, seorang fisikawan dan matematikawan Russia, di tahun 1922, dengan berdasar pada persamaan matematis Einstein, mengajukan sebuah model jagat raya yang berawal dengan ukuran nol lalu mengembang sampai gaya gravitasi memperlambatnya, dan akhirnya membuatnya surut menimpa dirinya sendiri. Pada tahun 1927, seorang professor fisika dan imam Katolik Roma, Georges Lemaître, mengajukan sebuah gagasan yang serupa: jika anda menelusuri sejarah jagat raya ke belakang, ke masa lampaunya, jagat raya ini makin kecil dan makin kecil sampai anda tiba pada suatu peristiwa penciptaan, apa yang sekarang kita namakan the big bang. Istilah “big bang” sendiri diciptakan oleh astrofisikawan Cambridge yang bernama Fred Hoyle pada tahun 1949, sebagai suatu istilah atau deskripsi ejekan. Hoyle sendiri percaya pada suatu jagat raya yang selamanya mengembang.
Fase pertama mengembangnya jagat raya dinamakan oleh para fisikawan sebagai inflasi. Pada saat inflasi kosmologis ini, jagat raya mengembang dengan suatu faktor yang sangat besar, setara dengan sebuah koin berdiameter 1 cm yang tiba-tiba meledak sampai mencapai sepuluh juta kali lebar galaksi Bima Sakti. Hal ini tampaknya melanggar hukum relativitas (khusus) yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat bergerak lebih cepat dari cahaya; tetapi batas kecepatan itu tidak berlaku bagi pengembangan ruang jagat raya sendiri. Pengembangan atau ekspansi jagat raya yang disebabkan oleh inflasi tidaklah seluruhnya seragam.
Bukti-bukti natural lainya yang membenarkan adanya “dentuman besar” pada awal mula terbentuknya jagat raya adalah adanya radiasi gelombang mikro kosmik yang melatarbelakangi dan memenuhi seluruh jagat raya (CMBR= Cosmic Microwave Background Radiation). Selain itu, para astronom juga telah menemukan sidik-sidik jari lainnya yang mendukung gambaran tentang the big bang sebagai suatu jagat raya awal yang kecil dan panas. Sebagai contoh, selama menit-menit pertama, jagat raya lebih panas ketimbang pusat suatu bintang yang tipikal. Selama periode ini seluruh jagat raya bertindak selaku suatu reaktor fusi nuklir. Reaksi nuklirnya berhenti ketika jagat raya mengembang dan cukup mendingin. Menurut teori, ketika ini terjadi jagat raya yang dihasilkan adalah jagat raya yang terdiri terutama atas hidrogen, tetapi juga 23 persen helium, dengan jejak-jejak lithium (semuanya adalah elemen-elemen yang lebih berat yang tercipta belakangan, di dalam bintang-bintang). Kalkulasi ini ternyata sejalan dengan jumlah helium, hidrogen, dan lithium yang diobservasi manusia.
Teori relativitas umum Einstein, teori quantum, dan the big bang
Teori relativitas umum Einstein memprediksi bahwa ada suatu titik dalam waktu di mana temperatur, densitas, dan peringkat lengkungan/kurvatura jagat raya semuanya tak terbatas (infinite), suatu situasi yang oleh para matematikawan dinamakan suatu singularitas. Bagi seorang fisikawan, ini berarti bahwa teori Einstein gagal pada titik ini dan karenanya tidak dapat digunakan untuk memprediksi bagaimana jagat raya dimulai, tetapi dapat digunakan hanya sejauh berkaitan dengan ihwal bagaimana jagat raya berevolusi sesudahnya. Selain itu, teori relativitas umum tidak memperhitungkan struktur skala kecil dari materi, yang diatur oleh teori quantum. Fisika quantum bisa diterapkan pada jagat raya pada saat terjadinya the big bang karena jika kita mundur cukup jauh ke waktu masa lampau, jagat raya sangat kecil, sekecil ukuran Planck, yakni sepermilyar trilyun-trilyun centimeter, yang merupakan ukuran yang dapat diperhitungkan oleh teori quantum. Dengan demikian, meskipun kita masih belum memiliki suatu teori quantum yang lengkap, kita sungguh tahu bahwa asal usul jagat raya adalah suatu peristiwa quantum. Karena itu, teori relativitas umum harus diganti oleh suatu teori yang lebih lengkap yang bisa menjelaskan “initial state”, keadaan awal, yang melahirkan the big bang. Dalam hal ini, SH&LM melihat bahwa jika kita mau mundur dengan lebih jauh ke dalam waktu masa lampau dan mau memahami asal usul jagat raya, kita harus mengombinasikan teori relatitivitas umum dan teori quantum. Untuk mengetahui bagaimana teori gabungan ini bekerja, kita perlu mengerti prinsip bahwa gravitasi mencerukkan (warp) ruang dan waktu.
![]() |
Materi yang sangat masif mencerukkan (warping) ruang-waktu |
Meskipun teori relativitas umum Einstein menyatukan waktu dan ruang sebagai dimensi ruang-waktu dan melibatkan suatu percampuran tertentu ruang dan waktu, waktu masih berbeda dari ruang, dan keduanya memiliki suatu permulaan dan suatu akhir atau jika tidak demikian keduanya akan berlangsung abadi. Tetapi, kalau kita tambahkan efek-efek teori quantum kepada teori relativitas umum, maka dalam kasus-kasus yang ekstrim pencerukan dapat terjadi dengan sangat besar sehingga waktu berperilaku seperti sebuah dimensi lain dari ruang. Pada permulaan jagat raya, secara efektif ada empat dimensi ruang dan tidak ada dimensi waktu. Ini berarti bahwa kalau kita memandang mundur jauh ke belakang dalam waktu, ke permulaan jagat raya, waktu sebagaimana kita kenal tidak ada! Kita harus menerima bahwa gagasan-gagasan lazim kita tentang ruang dan waktu tidak berlaku bagi jagat raya pada awalnya sekali. Ini berada di luar pengalaman kita, tetapi tidak di luar imajinasi kita, atau matematika kita.
Kesadaran bahwa waktu dapat berperilaku seperti sebuah arah lain dari ruang mengharuskan kita membuang masalah tentang waktu mempunyai sebuah permulaan, dengan cara yang sama kita membuang adanya sisi pinggir dunia yang melengkung. Anggaplah permulaan jagat raya seperti Kutub Selatan Bumi, dengan derajat-derajat garis lintangnya berperan sebagai waktu. Kalau kita bergerak ke utara, lingkaran-lingkaran garis lintang konstan, yang menggambarkan ukuran jagat raya, akan bertambah. Jagat raya dimulai sebagai suatu titik di Kutub Selatan, tetapi Kutub Selatan sama dengan titik lain manapun. Pertanyaan apa yang terjadi sebelum permulaan jagat raya menjadi sebuah pertanyaan yang tak bermakna, karena tidak ada apapun di sebelah selatan Kutub Selatan. Dalam gambaran ini, ruang-waktu tidak memiliki batas. Dengan cara yang sama, ketika kita menggabungkan teori relativitas umum dengan teori quantum, pertanyaan apa yang terjadi sebelum permulaan jagat raya menjadi sebuah pertanyaan yang tak bermakna. Gagasan ini bahwa sejarah-sejarah haruslah merupakan permukaan-permukaan yang tertutup tanpa batas disebut kondisi tanpa batas.
Jagat raya, karena fluktuasi quantum, ada dari ketiadaan
Selama berabad-abad banyak orang, termasuk Aristoteles, percaya bahwa jagat raya harus selalu ada untuk menghindari soal bagaimana jagat raya dibangun. Orang lain percaya bahwa jagat raya mempunyai permulaan, dan menggunakannya sebagai sebuah argumen untuk menerima keberadaan Allah. Tetapi kesadaran bahwa waktu berperilaku seperti ruang menyajikan sebuah alternatif. Alternatif ini menyingkirkan keberatan yang sudah ada sangat lama terhadap jagat raya yang memiliki sebuah permulaan, bahkan juga berarti bahwa permulaan jagat raya diatur oleh hukum-hukum sains dan tidak perlu dibuat bergerak oleh suatu allah.
Jadi, permulaan jagat raya adalah suatu peristiwa quantum. Seperti sudah ditulis di atas tentang “sejarah-sejarah alternatif” dalam teori quantum, jagat raya tidak memiliki sejarah masa lampau tunggal, tetapi, dalam kenyataannya, ada banyak jagat raya dan masing-masing memiliki seperangkat berbeda hukum-hukum fisikanya dan sejarahnya sendiri-sendiri, dan semua jagat raya ini ada dengan spontan, dimulai dengan setiap cara yang mungkin. Gagasan ini disebut oleh sejumlah orang sebagai konsep multiverse.
Gambaran tentang jagat raya yang tercipta spontan dari fisika quantum menyerupai pembentukan gelembung-gelembung uap air di dalam air yang mendidih. Banyak gelembung kecil bermunculan, lalu lenyap lagi. Gelembung-gelembung kecil ini menggambarkan jagat-jagat raya kecil yang mengembang tetapi luruh lagi ketika masih dalam ukuran mikroskopis. Gelembung-gelembung kecil ini menggambarkan jagat-jagat raya alternatif yang mungkin ada, tetapi tidak berlangsung cukup lama untuk berkembang menjadi galaksi-galaksi dan bintang-bintang, apalagi kehidupan cerdas. Tetapi beberapa gelembung kecil akan tumbuh cukup besar sehingga mereka luput dari keruntuhan kembali. Mereka akan berlangsung terus untuk mengembang pada suatu besaran angka kecepatan yang terus makin bertambah dan akan membentuk gelembung-gelembung uap yang dapat kita lihat. Fluktuasi quantum (lihat di atas) bermuara pada penciptaan jagat-jagat raya kecil dari ketiadaan. Sedikit dari antaranya mencapai suatu ukuran kritis, lalu mengembang lewat inflasi kosmologis, membentuk galaksi-galaksi, bintang-bintang, dan, sedikitnya dalam satu kasus, makhluk cerdas seperti kita. Kita semua adalah produk dari fluktuasi-fluktuasi quantum dalam jagat raya yang sangat awal.
Post a Comment