Hari ini hari terakhir kuliah normal saya di kampus tercinta. Puas, marah, sedih, senang, kecewa, galau, gembira bercampur jadi satu. Ada rasa yang tidak bisa diungkapkan meski ketika saya hanya sendiri dengan tuts-tuts keyboard ini. Banyak yang disyukuri, dan ngga kalah banyak yang disesali. Bersyukur karena begitu besar nikmat yang Alloh berikan kepada saya hingga mampu melalui sebuah tahapan yang penting dalam hidup saya dengan lancar. Alhmadulillah, alhamdulillah, dan alhamdulillah. Matur nuwun Gusti ingkang Maha Asih. Terima kasih juga buat support keluarga terutama Ibu (T.T) yang ngga kenal lelah kerja buat ngirim uang mingguan saya.
Terima kasih buat saudara-saudara seperjuangan baik di kelas maupun di luar kelas. Yang saya tahu sampai saat ini kalian yang terbaik. Somoga Alloh membalas dengan sebaik-baik balasan. Spesiial buat teman2 LDK spesialisasi. “Apa ya jadinya saya tanpa kalian??, sungguh Alloh telah sangat baik mengirim kalian buat hadir dalam 3 tahun ini. Saya belajar banyak dari kalian. Kalian cermin bagi saya. Dari kalian saya tahu apa kekurangan diri ini, mana-mana yang harus dibenahi, dan apa-apa yang saya harus saya buang.
Terima kasih semuanya…..
Namun ada yang saya sesali. Kemarin saya membaca halaman pertama majalah kampus disitu ada kaliamat (redaksi berbeda) “Jangan kalian berpikir kuliah disini lama, kuliah di sini singkat, cuma tiga tahun. Jangan sampai ketika lulus kalian menyesal karena merasa belum melakukan apapun, belum ada perubahan baik apapun, jangan sampai adda penyesalan.”
Nasihat itu dari seorang dosen kepada para mahasiswa baru di kelasnya.
Saya tertegun sebentar meelihat kalimat itu. Pikiran saya langsung menuju pada penyesalan yang memang akhir2 ini kerap jadi pikiran. Saya yang lebih banyak diam di kosan selama tingkat 1 dan 2. Saya sering sekali ngga datang liqo pekanan. Saya yang buat lulus tahsin satu saja harus mengulang 1 semester gara2 jarang masuk. Bagaimana hafalan saya, dan masih banyak lagi. Alloh memberi kesempatan yang luar bisa berupa proses yang sangat indah. Saya diberi satu tiket untuk ikut masuk dalam prosses tersebut. Namun saya tidak sungguh memanfaatkannya. Tidak sepenuh hati menyerahkan diri dan hati buat ikut berproses di dalamnya.
Kini, ketika saya melihat teman2 saya sudah “matang” segalanya. Saya berpikir apakah saya yang saat ini sudah lebih baik dari tiga tahun yang lalu?? Apakah ilmu agama dan akademis saya sudah sebaik yang seharusnya bisa saya dapatkan?? pakah saya sudah pantas disebut matang dari proses ini dengan kondisi saya yang demikian?? Sungguh saya masih merasa bayak sekali kekurangan. Mulai dari yang A lah, yang B, yang, c, dan masih banyak lagi. Cukup menyedihkan menghitungnya. Akan tetapi lebih dari cukup untuk terus memompa semangat. Semangat untuk jadi lebih baik dan lebih baik lagi. Apapun kondisinya sekarang yang penting jangan pernah nyerah buat jadi lebih baik. Bukankah kesempatan yang Alloh berikan sangat banyak?? Sebanyak butiran air hujan. Lebih banyak banyak dari butiran embun di pagi hari.
Post a Comment