Resep OK Rudi

Saya punya teman yang selalu bilang belum makan kalau belum memakan nasi dua porsi (baca:dua piring). Kabar buruknya, dia adalah seorang cewek. Kamu tau lah, cewek kan paling cerewet dalam hal apapun. Makan ini takut gendut, gak makan vitamin itu tar gak berstamina. Tapi teman saya ini memang beda. Selama sesuatu itu tidak beracun, bisa dipastikan dia rela melahapnya.

Pengalaman lucu adalah ketika saya ke Malaysia. Berada di negara lain dg budaya berbeda (sebenarnya mirip sih), hal utama yang jadi hambatan adalah tentang makan. Tapi lama kelamaan makan resep melayu yang masakannya serba manis, membuat saya kangen akan rasa pedas sambal nusantara. Sebenarnya bisa juga menemukan masakan Indonesia. Tinggal pergi aja ke Ayam Bakar Wong Solo di Ampang, atau restoran Sari Ratu. Tapi ini kan dalam rangka penghematan, jadi saya dkk memanfaatkan fasilitas hostel. Yup, saya masak sup ayam.

Begini kabar baiknya:
Saya bisa menggencet budget makan seminim mungkin.
Kabar buruknya adalah:
Tidak ada satupun orang dari kami yang tau apa bumbunya.
Dengan modal nekat saya pergi ke kedai runcit setempat. Kami menyebar menelusuri rak demi rak. Lalu kawan saya berteriak, aah... ketemu. Kita aman pake ini. Kata temen saya sambil menunjukkan bumbu instan mirip royko dengan gerakan bak iklan ibu-ibu yang memasukan mecin ke dalam masakan. Salut saya dengan idenya itu.
Pencarian berikut adalah menemukan buah kluwak dan kemiri yang akan digunakan untuk masak rawon. Hampir satu jam saya tidak menemukan apapun. Dengan putus asa saya bertanya kepada penjaga kedai. Mbak, ada kemiri dan kluwak gak? Kebiasaan saya memanggil orang dengan sebutan 'mas' dan 'mbak' ternyata kebawa-bawa. Si mbak kebingungan tidak tau apa itu kemiri dan kluwak. Saya perlahan-lahan menjelaskan. Itu lho mbak, bumbu untuk membuat sup... rawon... Si mbak tetap tidak mengerti. Saya menjelaskan lebih dramatis lagi dengan membuat gerakan-gerakan bodoh memperagakan orang sedang memasak lalu menggerus bumbu. Mbak, kemiri berwarna putih, kira-kira sebesar ini (saya mendekatkan telunjuk dan jempol). Si mbak tidak juga ngerti.
Dengan kecewa kami serombongan pulang ke hostel. Beruntunglah ditengah perjalanan kami bertemu WNI yang bekerja lama disana. Berasa ketemu satu darah, saya tanpa malu langsung nanya, "mas kalau kemiri bahasa melayunya apa sih?". Si mas-mas ngasih tau. Kami rame-rame balik lagi ke kedai tadi dan bilang, mbak beli buah keras. Voila... Lima menit kemudian si mbaknya ngasihin kemiri ke saya. Serentak kami berkata, oh... kemiri=buah keras toh!

Maka hari itu kami bisa makan sup dan rawon pedas yang rasanya malah tambah amburadul.

Share this:

1 comment :

 
Copyright © duniabulatbundar. Designed by OddThemes | Distributed By Blogger Templates20