Telanjang

Saya punya teman baru dari FB yang ternyata enak diajak bicara. Di profilnya saya tahu dia orang Indonesia yang berada di Mekkah, cari duit katanya. Kepadanya saya bercerita tentang mimpi yang menggelisahkan saya sampai saat ini, mimpi pada bulan September 2005. Mimpi yang bagi sebagian orang dianggap anugrah karena tidak semua orang dapat mengalaminya. Tetapi bagi saya hal itu membuat bertanya-tanya kenapa saya yang dipilih, meskipun saya akui saya senang sekali. Pada awalnya saya menceritakan kepada teman satu kost-an.

Berulang-ulang berulang-ulang. Dan kegelisahan ini tidak juga berakhir. Kata teman baru saya yang kenal dari FB ini, saya harus segera hijrah. Selama ini pun saya berjuang untuk itu, namun banyak sekali kendala yang saya hadapi. Permasalahan hidup datang menghantam silih berganti. Meski saya akui bahwa awal semua masalah ada pada diri saya. Saya yang membuatnya dan saya jugalah yang harus mengakhiri. Ini seperti menguraikan benang kusut. Tiba-tiba saya ingat novel Haruki Murakami. Dimana tokoh utamanya ngumpet di dalam sumur tetangganya yang sudah kering. Si tokoh utama itu kemudian berdiam diri, menyendiri, mencari tahu apa yang salah dalam hidupnya. Saya pun merasa harus demikian.

Empat orang kawan yang dulu saya kenal baik telah mempunyai jalan hidupnya. Mereka telah menemukan muara tempat hidup berlabuh, ingin sekali saya datang dan memeluk mereka, karena didepan mereka saya akan selalu bisa jujur. Menceritakan masalah A-Z tanpa sensor. Berkata jujur bagi saya berarti telanjang. Membiarkan kawan saya jadi tahu sesuatu yang seharusnya saya simpan dan sembunyikan. Tapi saya tidak menyesal tidak juga menjadi beban.
Dan tadi siang saya lihat di televisi ada kata-kata menarik:

....

Orang bilang,"hidup bukan untuk disesali"
Aku bilang salah. "hidup bukan untuk dikecewakan"



Lalu bagaimana langkah agar saya tidak mengecewakan hidup?

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © duniabulatbundar. Designed by OddThemes | Distributed By Blogger Templates20