
Saya punya temen sharing dan curhat di fesbuk friendlist. Kepadanya saya sering curhat tentang pengalaman spiritual yang saya alami. Saya senang karena telah ditanggapi positif, ramah, dan terbuka. Saran-saran darinya menjadikan makna yang berarti buat saya. Hingga pada suatu waktu, teman curhat saya itu menyarankan untuk uzlah.
Uzlah itu menurut sepengetahuan saya memiliki arti menyendiri, nyepi, merenung di tempat sepi. Saya berbulat tekad menjalaninya. Sehari, dua hari, berhasil. Saya sukses meninggalkan rutininas, digantikan dengan perenungan yang membawa saya sadar siapalah diri ini.
Namun hari berikutnya saya tidak bisa menahan godaan juga untuk keluar dari tempat "persembunyian" saya. Katakanlah saya gagal ber-uzlah.
Kemudian saya pun melaporkan kegagalan saya dalam ber-uzlah kepada teman saya itu via pesan fesbuk. Dan mendapat tanggapan yang menurut saya berkesan "ngegantung".
Tidak jadi soal buat saya.
Setelah saya sign out dari akun fesbuk, saya sign in lagi. Lalu ada dua komentar dari teman saya itu yang tegas dan mencerminkan sikapnya. Tidak lagi "ngegantung" seperti dalam pesan fesbuk sebelumnya. Saya lalu membalas komentar di status fesbuk saya itu.
Singkat cerita, ada rasa marah di dada saya. Marah pada diri sendiri yang mungkin teman saya itu menganggap bahwa saya tidak konsisten. Hanya main-main.
Nurani saya berkata sebaliknya.
Saya merasa pilihan saya saat ini benar. Pilihan saya tepat untuk keluar dan membaur dalam kebersamaan. Semua yang terjadi dalam diri saya adalah petunjuk dari ilahi yang harus saya jalani.
Selama ini saya mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan saya. Selama ini saya mencari orang pintar yang dapat membantu mencerahkan permasalahan saya. Namun ketika ber-uzlah di hari yang sedikit itu, saya menyadari bahwa "orang pintar" yang saya cari-cari itu ternyata diri saya sendiri. Setidaknya pendapat saya ini senada dengan isi buku THE MIRACLE OF ZONA IKHLAS.
Mungkin kata-kata teman saya itu benar. Dahulu sebelum dikutuk, iblis lebih alim ketimbang manusia. Saya tidak mampu berkata banyak lagi kepada teman saya itu. Dengan rendah hati saya akui, saya memang banyak kekurangan dan tiada daya upaya. Karena itulah lebih baik saya menerima dan ikhlas. Biar Tuhan yang memproses segala jalan hidup saya.
Post a Comment