Uang Yang Bicara


Setelah berjibaku mondar-mandir untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan pengadilan dalam hal penggantian nama, mulai dari kantor RT/RW, kelurahan, kecamatan, polsek, dan catatan sipil, akhirnya kelar juga.

Tadinya saya pasrah saja dan ikhlas atas apa yang akan terjadi meski saya harus memakai nama lama.

Dengan ikhlas, ternyata semua kendala yang saya hadapi berangsur-angsur mulai menemui jalan mudah. Seolah semuanya terselesaikan secara ajaib.

Namun, mari kita liat dulu perjuangan dibalik kesuksesan saya itu:




Dari tahap surat pengantar RT/RW saya gak nemuin hambatan apapun. Begitu juga di tingkat kelurahan. Orang lain yang sama-sama mengurus surat pengantar dari kelurahan semuanya dipungut biaya entah untuk apa sebesar Rp 30ribu. Anehnya, saya gak dimintain.

Saya anggap hal ini adalah sinyal positif dari Tuhan untuk kemudahan saya. Thanks God!

Di tingkat kantor catatan sipil, barulah saya mengalami kesulitan. Hari pertama saya dateng, katanya petugas yang berwenang lagi ada training. Saya pun merengek agar si wakil (sebut saja begitu) mau menggantikan pejabat berwenang itu untuk membuatkan surat pengantar ke pengadilan negeri buat saya.

Rengekan saya berhasil.

Pas si wakil mau mulai ancang-ancang untuk mengetik, tiba-tiba aliran listrik padam. Gagal deh bikin surat pengantar. Saya disuruh untuk datang lagi besok hari. Sial!

Keesokan paginya saya dateng lagi ke kantor catatan sipil sesuai janji kemaren. Ketika saya menemuinya, ternyata si wakil belum dateng. Padahal udah jam 9 pagi. Ajaib sekali jadwal kehadiran PNS. Enak beuneur!

Untuk meredam emosi, saya merokok. Dan memutuskan untuk pulang saja.

Otak cerdas saya bekerja cepat. Berpikir, berpikir, dan berpikir.

Aha...
Saya nemuin ide!
Brilian.. Sungguh brilian..

Saya ambil hape, mencet-mencet no seseorang di pengadilan negeri.
Terhubung...

"Pak, ini saya yang kemaren mau urus ganti nama. Semua persyaratan yang diminta udah lengkap. Tinggal surat pengantar dari catatan sipil aja yang belum. Bapak aja deh yang urus. Saya taunya beres!"

Ada jawaban positif dari hape seberang sana. Meluncurlah saya ke pengadilan negeri.

Di pengadilan negeri tanpa banyak tanya semuanya lancar. Rapi. Kemudian saya tanya biayanya berapa, si bapak malah nanya balik ke saya punya uang berapa. Saya jawab aja sekarang ini cuma punya uang Rp 50ribu buat beli rokok bapak. Biaya selanjutnya menyusul.

"Jadi berapa biayanya, Pak?"

Tanpa beban dan tanpa sensor si bapak bilang 2 juta dengan muka lempeng dot kom. Seolah jumlah uang segitu gede adalah sesuatu perkara gancil baginya.

"Lho, kemaren katanya 1,3 juta."
"Itu kalau kamu sidang."

Saya menyanggupi biaya 2 juta itu dan ngasih selembar Rp 50ribuan buat beli rokok si bapak.

Perkara selesai.
Sekarang saya bingung tujuh puluh tujuh keliling buat ngedapetin uang 2 juta.

Haduh!!

Share this:

Post a Comment

 
Copyright © duniabulatbundar. Designed by OddThemes | Distributed By Blogger Templates20