Tanpa disadari, saya telah menjelma jadi seorang psikiater (muda berbakat?) bagi teman-teman saya. Penghargaan itu bukanlah hal yang mudah diterima karena saya jauuh sekali dari pribadi yang baik. Memang bukan psikiater beneran sih, cuma anggapan teman saya saja karena seringnya saya jadi bantalan curhat mereka.
Sebenarnya, dengan berat hati saya selalu ingin mengatakan bahwa saya bukanlah orang yang tepat untuk diajak curhat. Apalagi bisa membantu memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Tapi lebih berat hati lagi saat menolak permintaan mereka. Masak sih saya tega-teganya menolak, padahal kan cuma mau diajak ngobrol doang.
Tadinya saya berpikir, mungkin saya memang orang paling ideal dan pandai dalam meng-handle masalah. Tapi dugaan itu ternyata meleset. Jujur saya katakan, sebenarnya saya gak pinter-pinter amat kok. Saya malah sering dapet nilai "0" untuk pelajaran imla di madrasah dulu.
Kemudian saya pun mencari dugaan-dugaan lain. Kategori orang yang enak diajak bicara, misalnya. Eh, ternyata juga enggak. Tidak jarang saya tak sependapat dengan lawan bicara saya. Dan jika lawan bicara saya ujung-ujungnya ngeyeel banget, saya sendiri yang jadi stres.
Ternyata, ada teman yang paling dekeet banget yang memberitahu bahwa sebenarnya saya memang tidak berbakat apa-apa. Karena tengsin saya dikatakan seperti itu, reaksi saya tentu menyangkalnya. "Gila, padahal bener banget tuh."
"Ada sih, yang bikin kamu enak diajak curhat. Kelebihan kamu: kamu pendengar yang baik." kata teman dekat saya itu.
Ya ampun, dibilang gitu saya jadi mau menciumi dia. Hehe...
Curhat... Curhat... Curhat... Tidak tahukah kamu bahwa semua orang punya masalah? Tak terkecuali saya. Tidak tahukah kamu bahwa saya juga tidak selalu bisa menemukan jalan keluar dari masalah saya? Ketika kalian banyak curhat sama saya, lalu kepada siapakah saya harus curhat?
Oh, hidup...
Betapa mudahnya semua persoalan hidup seandainya saya tahu semua jawabannya...
Sebenarnya, dengan berat hati saya selalu ingin mengatakan bahwa saya bukanlah orang yang tepat untuk diajak curhat. Apalagi bisa membantu memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Tapi lebih berat hati lagi saat menolak permintaan mereka. Masak sih saya tega-teganya menolak, padahal kan cuma mau diajak ngobrol doang.
Tadinya saya berpikir, mungkin saya memang orang paling ideal dan pandai dalam meng-handle masalah. Tapi dugaan itu ternyata meleset. Jujur saya katakan, sebenarnya saya gak pinter-pinter amat kok. Saya malah sering dapet nilai "0" untuk pelajaran imla di madrasah dulu.
Kemudian saya pun mencari dugaan-dugaan lain. Kategori orang yang enak diajak bicara, misalnya. Eh, ternyata juga enggak. Tidak jarang saya tak sependapat dengan lawan bicara saya. Dan jika lawan bicara saya ujung-ujungnya ngeyeel banget, saya sendiri yang jadi stres.
Ternyata, ada teman yang paling dekeet banget yang memberitahu bahwa sebenarnya saya memang tidak berbakat apa-apa. Karena tengsin saya dikatakan seperti itu, reaksi saya tentu menyangkalnya. "Gila, padahal bener banget tuh."
"Ada sih, yang bikin kamu enak diajak curhat. Kelebihan kamu: kamu pendengar yang baik." kata teman dekat saya itu.
Ya ampun, dibilang gitu saya jadi mau menciumi dia. Hehe...
Curhat... Curhat... Curhat... Tidak tahukah kamu bahwa semua orang punya masalah? Tak terkecuali saya. Tidak tahukah kamu bahwa saya juga tidak selalu bisa menemukan jalan keluar dari masalah saya? Ketika kalian banyak curhat sama saya, lalu kepada siapakah saya harus curhat?
Oh, hidup...
Betapa mudahnya semua persoalan hidup seandainya saya tahu semua jawabannya...
Post a Comment