Rumah keluarga Cina yang ada di pinggir jalan raya berdiri kokoh dari dulu sejak pertama kali saya mengingatnya sampai kini. Sang pemilik toko dikenal peramah oleh warga sekitar. Saya pun bersahabat baik dengan kedua anaknya yang bernama Dewi dan Wiwin. Tapi itu dulu. Persahabatan kecil yang dibilang tidak terlalu akrab. Heran juga saya, karena mereka justru memiliki nama yang pribumi. Setelah dewasa barulah saya mengerti, bahwasannya nama Tionghoa mereka baru akan ketahuan setelah meninggal. Setidaknya begitulah yang saya tahu dari berita duka cita di koran-koran.
Sampai sekarang saya sering bertegur sapa dengan Cik Lisa. Ibu dari Dewi dan Wiwin. Cik Lisa seorang wanita Tionghoa yang menarik, menurut saya. Dia sangat mencintai anak-anak. Jika bertemu dengan anak-anak kecil di blok perumahan kami, dia tak segan-segan memberi jajanan atau mentraktir kami semua. Kalau ada acara kondangan, Cik Lisa juga selalu ikutan.
Tentang kecintaannya kepada anak-anak, Cik Lisa pernah punya pengalaman mistik.
Ceritanya pada suatu malam, dia mendengar suara anak kecil menangis terisak-isak. Dengan perasaan takut bercampur heran, Cik Lisa mencari sumber suara tangis itu. Lalu bertemulah dia dengan seorang bocah tak dikenal yang menangis dibawah pohon petai cina didalam benteng halaman belakang rumahnya.
Sambil menangis si bocah berkata, "Besok malam cik Lisa jangan tidur lelap ya!!"
Cik Lisa bertambah heran. Dia bingung darimana anak ini masuk. Semua pintu dalam keadaan terkunci. Kecuali jika si bocah ini Spiderman, dan merayap masuk lewat tembok.
Cik Lisa beranjak masuk ke dapur mengambil segelas air untuk si bocah. Tetapi anak itu sudah menghilang.
***
Besok malamnya, cik Lisa benar-benar tidak tidur. Dia begadang semalaman ditemani koh Anyit, suaminya. Tepat jam 2 malam. Terdengar suara kretek-kretek kunci yang sedang dibuka paksa. Dengan tenang koh Anyit dan cik Lisa mendekati sumber bunyi itu. Dari balik pintu yang sedang dibuka paksa, koh Anyit berkata pelan, "Kalau kamu maling, cepatlah pergi sebelum saya teriak pada warga". Kemudian tak lagi terdengar suara.
***
Pagi kemaren pas saya membeli sembako di toko cina, tanpa sengaja saya bertatap muka dengan anak pemiliknya. Dia berseragam SMU. Manis, cantik, putih mulus. Amoy, cuy! Dia berdiri tepat di pintu masuk toko. Membuat saya mengurungkan niat untuk masuk kedalam toko itu.
Ada tiga batang mirip lidi berasap ditangannya. Oh, mungkin itulah ritual agamanya. Menunggu amoy itu menyelesaikan ritualnya, saya duduk di bangku kosong dekat tembok pojokan depan toko. Lima menit berlalu, amoy itu tampaknya selesai.
Saya jadi salah tingkah ketika melihat amoy mendekati saya. Dia benar-benar nyamperin. Saya senyam senyum setengah mampus.
"Permisi, mas.. Saya mau nyimpen ini", kata si Amoy menunjukan lidi berasapnya.
"Oh.. Eh.."
Saya nengok ke belakang. Ternyata di tembok bagian atas dibelakang saya tadi ada semacam altar kecil tempat nancepin dupa dan gambar dewa kepercayaan orang Tionghoa. Haduh... maaf ya, Moy!!
Post a Comment